Minggu, 28 Februari 2016

Harapan

Pasti Berujung




Senyum menawan itu terbalut kerudung satin berwarna lembut membuat ku terpaku sesaat. Benarkah itu kiranya dia?
"Tunggu!"
"..."
"Hey!" Sautku menarik tangannya.
Ya Tuhan kulit tangan begitu halus, batinku.
Sontak dia pun refleks melempar tanganku. Pupil matanya membesar. Dia terkejut.
"Ah, maaf." Katanya
"..." Lidahku kelu dan sulit rasanya mengalihkan pandanganku darinya.
"Ada yang bisa dibantu?" Tanyanya terlihat gelisah ku pandangi.
"Nina, kau Nina kan?" Tersadar, aku langsung memberondongnya dengan pertanyaan mengabaikan pertanyaan yang lain.
Dia tampak bingung dan mungkin sedikit resah. "Ini aku, Deka." Tambahku.
Akhirnya dia tersenyum walau kikuk.

__________
Disinilah kami berakhir, duduk di kafe kecil di sudut sebuah pusat perbelanjaan. Kata 'kami' artinya disini bukan aku dan Nina saja, terdapat seorang gadis kecil menggemaskan yang sedang sibuk dengan es krim di depannya.
Begitu menggemaskan sulit untuk berusaha tidak memperhatikannya, aku tertawa kecil saat dia mengeluarkan ekspresi cemberut atau usahanya memakan esnya. Entah kenapa tiba-tiba ada rasa kalut menyusup ke hati ku yang tak bisa ku abaikan.
Namun, saat ku menolehkan kepalaku, Nina kedapatan sedang memandangku dengan pandangan yang sulit diartikan.
__________
Namaku Deka, seorang dokter keluaran universitas termana dan bekerja di Rumah Sakit ternama pula.
Jadi apa yang kulakukan di sebuah pusat perbelanjaan? Tentunya bukan untuk membuka praktik disini melainkan bertemu profesorku. Jangan tanya kenapa? Aku juga tidak tau.
Rasanya sungguh malas berjalan ke tempat yang selalu ramai ini. Banyak sekali yang menoleh ke arah ku. Ayolah memakai jas dokter memang aneh seperti ditempat ini, tapi tidak seperti yang kalian kira. Bukannya mau sok pamer atau apa, kemejaku tersobek. Memakai baju sobek bukannya akan lebih aneh lagi.
Mungkin membeli beberapa set kemeja bukan hal buruk.
_________

Tidak ada komentar :